Secara
umumnya, karakteristik Milenial (dengan segala pengertian Milenial) ditandai
dengan peningkatan atau keakrabannya pada penggunaan media komunikasi teknologi
digital. Pengaruh internet yang sudah dikenal hampir 30 tahun lamanya, kata
Shelina Janmohamed dalam bukunya yang terkenal Generation M , meruntuhkan penghalang bagi semua orang dan
memungkinkan adanya akses pada informasi dan para pengambil keputusan. Berbagi
berita lintas batas, melampau perkembangan saluran, telah memungkinkan
kisah-kisah baru diceritakan oleh pencerita baru, misalnya generasi muda.
Kita
sungguh dikejutkan oleh survei dari riset pasar yang ada di Amerika Serikat, YouGov, sebagaimana dimuat dalam Harian Analisa, Kolom Opini, Jumat, 9
Agustus 2019, halaman 20. Perusahan
riset tersebut menyurvei keadaan kehidupan kaum milenial atau anak-anak muda di
Amerika Serikat. Hasil survei membuktikan bahwa seperlima anak milenial di
Amerika mengalami kesepian.
Dengan
segala data yang dipaparkan, tingkat kesepian pada orang-orang muda yang akrab
dengan media sosial digital dikarenakan sulit menemukan teman. Dari hasil
survei, ditemukan bahwa faktor penyebabnya karena malu (mayoritas) dan ada yang
menganggap tidak butuh teman. Survei tersebut mengaitkan hubungan antara media
sosial dengan rendahnya kualitas hidup.
Mengapa
hal ini sangat mengejutkan? Sebagaimana penulis menyebutkannya di atas tadi.
Hampir seluruh dunia mengetahui bahwa Amerika Serikat adalah salah satu negara
maju, bahkan menjadi kiblat peradaban dunia saat ini. Selanjutnya, sebagaimana
kita ketahui secara jumlah penduduknya, berdasarkan data dari CIA Word Factbook 2004, Amerika Serikat
berada diurutan ketiga setelah Tiongkok dan India sebagai jumlah penduduk
terbanyak di dunia sebanyak 331.379.000, kemudian Indonesia berada di urutan
keempat dengan jumlah penduduk 268.074.600.
Nah,
beberapa alasan di atas lah yang membuat kita, khususnya penulis merasa
terkejut. Bagaimana mungkin negara yang maju dalam banyak hal, termasuk yang
diagung-agungkan dengan kamajuan teknologi dan negara yang banyak penduduknya
(anak muda) mengalami kesepian tanpa teman?
Akhirnya
dalam hal ini, kita dapat menarik kesimpulan (walau berbentuk hipotesa) bahwa
kemajuan teknologi informasi komunikasi digital, serba teknologi internet yang
menjagad (global), belum tentu dapat menjawab seluruh permasalahan sosial. Akan
tetapi, malah menambah suatu permasalahan kemanusiaan, sebagaimana kaum
milenial (kaum muda) di Amerika Serikat banyak mengalami kesepian.
Menilik Kaum Milenial
Indonesia
Sebagaimana
kita sebutkan di atas tadi, bahwa penduduk negara kita berjumlah 268.074.600
jiwa. Dari jumlah yang ratusan juta itu, menurut Data Biro Pusat Statistik
(BPS) tahun 2018 mencatat bahwa populasi generasi milenial adalah sekitar 90
juta orang. Selanjutnya, sebagaimana diungkapkan Kepala Pusat Data dan
Informasi Ketenagakerjaan, Suhartono, kepada Merdeka.com, bahwa 54% anak muda di Indonesia sudah menggunakan
internet.
Nah,
muncul sebuah pertanyaan. Bagaimanakah kaum milenial Indonesia memanfaatkan
internet ini? Kata Suhartono, 52% kaum milenial Indonesia memanfaatkan internet
untuk media sosial atau jejaring sosial dan untuk hiburan dan selebihnya untuk
yang lain, seperti mengerjakan tugas pelajaran, mengakses berita, jula-beli online serta mengirimkan surat
elektronik.
Dari
jawaban di atas, dapat kita ketahui bahwa pemanfaatan internet masih lebih
banyak pada pemenuhan kesenangan diri atau yang bersifat hiburan. Ada pun untuk
pemanfaatan yang lebih positif masih relatif rendah. Maksudnya, perilaku
konsumtif lebih menonjol dibanding perilaku produktif. Bahkan, sudah mulai
menggejala bahwa kaum milenial kita saat ini mulai jauh dari kontak sosial
secara langsung, sifat-sifat individualistis samakin meningkat dan pengaruh negatif
lainnya akan bertambah. Kesepian pemuda Indonesia, sebagaimana hasil survei
yangi kita bicarakan di atas bisa jadi terjadi di negara kita ini.
Lantas
bagaimanakah solusinya supaya kaum milenial kita kelak tidak mengalami kesepian
dan hal-hal negatif lainya yang belum terungkap?
Supaya Tidak Mengalami
Kesepian
Kecanggihan
teknologi komunikasi digital saat ini sudah tidak dapat dibendung lagi. Karena
hal ini merupakan kelanjutan perkembangan peradaban manusia. Penyematan
penggunaan kecanggihan teknologi informasi komunikasi digital saat ini
disematkan pada kaum milenial sehingga menjadi bagian daripada
karakteristiknya. Dan juga menghubungkan atas meledaknya populasi manusia
berusia muda di dunia ini, khususnya Indonesia. Para ahli-ahli, pengamat, penilitia
dan segenap kelompok masyarakat lainnya menyebut istilah Bonus Demografis.
Tidak
sedikit yang mengatakan bahwa kecanggihan teknologi komunikasi digital
merupakan suatu tantangan. Dan tidak sedikit juga yang mengatakan bahwa
kecanggihan teknologi saat ini merupakan peluang. Tentunya pandangan itu
memiliki landasan atau latar belakangnya masing-masing.
Sekelompok
orang yang memfokuskan pada perkembangan sosial-budaya, berpendapat bahwa
kecanggihan teknologi saat ini merupakan tantangan. Pendapat itu tidaklah
bernada pesimistis melainkan ada unsur optimistis. Artinya, sebuah tantangan
itu jika bisa diatasi permasalahan negatifnya, maka kecanggihan teknologi tidak
lagi menjadi momok yang sangat menakutkan. Akan tetapi, tidak dapat kita
pungkiri juga ada pendapat yang bernada pesimistis. Terlepas dari anggapan
pesimistis itu, sekarang kita sudah berada di era teknologi digital, tidak ada
lagi pekerjaan yang harus kita lakukan kecuali melakukan sesuatu dalam koridor
kebaikan, sebagaimana agama kita masing-masing menuntunnya. Serta, tidak lupa
mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa dan negara kita, agar terjaganya
pertumbuhan sosial dan keutuhan NKRI.
Pendapat
lain yang mengatakan kecanggihan teknologi digital merupakan suatu peluang
yaitu mereka dari kelompok bisnis perdagangan. Kaum milenial kita yang masih
bersifat konsumtif akan menjadi target pasar yang menjamin penjualan produksi
mereka. Tentunya hal itu tidak bisa kita pungkiri lagi. Tinggal kita bagaimana
membatasi konsumsi kita pada hal-hal yang dibutuhkan, bukan pada hal-hal
keinginan berlebih atau bukan hanya sekedar hiburan.
Nah,
agar kaum milenial kita tidak mengalami kesepian tentunya kita kembali
menumbuhkan nilai-nilai luhur yang tertanam pada bangsa dan negara kita.
Maksudnya, budaya-budaya kemasyarakatan, budaya-budaya berkumpul, gotong royong
sebagaimana kata Bung Karno, interaksi sosial lainnya, dan tuntunan agama serta
nilai-nilai Pancasila harus terus ada pada jiwa pemuda kita, disamping itu tidak
anti pada perkembangan zaman.
Kecanggihan
teknologi digital harus dimanfaatkan (artian positif) dalam berkomunikasi,
mencari informasi, sarana mendapatkan ilmu pengetahuan, membuat hobi yang
menghasilkan, memperkuat rasa persaudaraan-persatuan berbangsa dan bernegara
dan media menjaga keutuhan NKRI.[]
Ket.gbr: Ilustration
Sbr.gbr: https://painterskeys.com/
0 Komentar