Meluruskan Makna Cinta


Dalam kesempatan kali ini, lewat tulisan ini saya ingin membicarakan tentang cinta. Dimana pembahasan tentang cinta tidak pernah lekang oleh waktu. Mulai dari Adan dan Hawa, Romeo dan Juliet, Zainuddin dan Hayati (dalam novelnya Hamka), Bugiharjo dan Sukinem (dalam dialognya Mas Mantri), sampai Anda dan dia, yang terakhir diabaikan saja.

Pada tulisan sederhana ini, saya tidak bermaksud mengajak Anda beromantisme tentang cinta. Suatu yang aneh hari ini, ketika mendengar pembahasan tentang cinta, langsung diklaim alay dan lebay. Orang-orang agak sungkan membicarakan cinta. Seolah-olah cinta itu menjadi aib. Maksud daripada pembicaraan ini (tulisan) adalah untuk kembali meluruskan makna cinta yang sering kita ucapkan. Apalagi pemuda-pemuda kita sering sekali mengucapkan ini (cinta) pada seorang, tapi salah dalam praktik cintanya.

Makna cinta, baik secara kat dan praktik sudah lama dibelokkan atau salah persfektif ke arah yang keliru. Cinta, dalam makna aslinya adalah kasih, adalah merupakan suatu rahmat. Cinta harus tetap berada dalam kesucian, karena cinta refleksi, bahkan turunan sifat Allah Swt. yang Mahas Suci, Maha Kasih, Maha Sayang dan Maha Segalanya. Maka cinta tidak pernah bersifat merusak.

Cinta adalah dasar dari semua perilaku yang membangun. Apabila tidak ada cinta pada diri seseorang, maka akan terjadi hal-hal yang buruk. Cinta sering dialamatkan dalam hubungan romantisme yang negatif. Padahal, cinta itu harus ada di setiap lini kehidupan. Harus ada cinta dalam perpolitikan, penegakan hukum, sosial, budaya, ekonomi dan tertinggi cinta pada Sang Pencipta Alama Semesta, Tuhan yang Maha Esa, yaitu Allah Swt.
Cinta tidaklah sifatnya merusak. Apabila ada sesuatu yang merusak, berarti itu bukan cinta namanya, tapi dia adalah dorongan nafsu birahi. Cinta harus bercitra suci dan Ilahi. Nafsu birahi adalah dorongan nafsu primitif yang pada dasarnya bercitra hewani. Dan jika tidak diletakkan di bawah pengaturan adab, nafsu primitif, maka mudah mendatangkan kerusakan.

Dalam kehidupan sehari-hari, antara makna cinta dan makna birahi sering dicampur adukkan. Padahal, perbedaan dari keduanya sudah jelas. Cinta adalah langkah ilahi, sedangkan birahi adalah langkah setan. Sedemikian jauh pencampur adukan yang terjadi sehingga makna cinta telah berbelok, mendangkal, terasa jadi sesuatu yang murahan dan dianggap aib.

Nah, saya ingin bertanya kepada Anda. Salahkah seorang lelaki jejaka mengatakan kepada seorang gadis: “Aku cinta kamu.”?


Saya pikir itu tidaklah salah. Asalkan, makna cinta jangan disalah-artikan hingga disalah praktikan pula. Tidak akan akur negara ini kalau bangsanya tidak saling cinta. Tidak akur suatu keluarga jika di dalamnya tidak tidak ada cinta. Jadi, cinta dapat mendatangkan kedamaian dan kenyamanan bagi setiap manusia.[]

Posting Komentar

0 Komentar